Balige, 17 Februari 2021
Sekolah Tinggi Diakones HKBP mengadakan Seminar Pendampingan terhadap Korban Kekerasan Seksual hari ini memfasilitasi sivitas akademika, alumni, para pelayan gereja, jemaat dan masyarakat secara onsite dan online. Dalam seminar para narasumber memberikan data dan informasi tentang berbagai kasus dan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah termasuk di Kab. Toba untuk menolong korban pelecehan seksual. Informasi yang disampaikan oleh Koord. PKH Dinas Sosial Kab. Toba bahwa kekerasan seksual terhadap anak di kabupaten Toba setiap tahunnya meningkat. Saat ini Kab. Toba berstatus darurat kekerasan seksual sebab dari 154 kasus pelanggaran yang terjadi 57% diantaranya adalah kasus kejahatan seksual. Dinas sosial telah memberikan pendampingan dan advokasi terhadap korban, namun masih dilakukan sesewaktu dan tidak berkelanjutan.
Seminar ini diselenggarakan oleh STD HKBP bersama United Evangelical Mission (UEM), dengan narasumber Bapak Veryanto Sitohang (Kommisioner Kommas Perempuan), Ibu Irma Simanjuntak (Advocacy Consultant UEM in Asia), Bapak Rammen A. Sinaga (Koord. PKH Dinas Sosial Kab. Toba), Ibu Diak. Eleven Sihotang (Ketua STD HKBP) dan Diak. Lamria Sinaga (Dosen STD HKBP).
Dalam seminar, narasumber juga membekali para peserta dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual dari perspektif hukum, gereja, psikologi dan konseling pastoral.
Dari persektif hukum dijelaskan bahwa dalam rangka meminimalisir kekerasan seksual yang semakin meningkat maka peserta perlu untuk mempelajari Undang-undang RI 23 yang mengaturkan 4 macam kekerasan terhadap perempuan dan Permendikbud RI No 30 tentang Undang-undang kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Dari persektif hukum dijelaskan bahwa PGI telah menyuarakan supaya dilakukan pengesahan RUU tentang kekerasan seksual. Selain itu, gereja-gereja dan PGI dalam program Violence Againts Women melakukan kampanye dengan memberikan informasi, menyediakan data, menyediakan perlindungan, membentuk jaringan dan menyediakan tempat aman bagi korban kekerasan seksual.
Dari persektif psikologi dijelaskan bahwa korban kekerasan seksual mengalami kondisi psikologis yang traumatis sehingga membutuhkan pertolongan. Dinamika kondisi psikologis korban dipengaruhi 2 faktor yaitu internal dimana korban cenderung bersikap diam dan pasrah dengan apa yang sudah dialami; dan faktor eksternal yaitu kurangnya pengawasan dan perlindungan dari orangtua yang mengakibatkan rasa khawatir dan kecemasan yang berlebihan.
Dari persektif pendampingan pastoral dijelaskan korban kekerasan seksual biasanya mengalami trauma yang berkepanjangan perlu pendampingan khusus. Cara melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual yaitu mendengarkan dengan empati, mendampingi secara sistematis dan metodis, membangun team based “caring and counseling Ministry” dan mengembangkan konseling transformatif.